Surabaya, ArahJatim.com – Kasus pembobolan rekening nasabah BCA yang dilakukan oleh tukang becak mendapatkan perhatian dari Praktisi Hukum Fintech, Johan Avie. Di dalam kasus ini, Johan menilai bahwa OJK dan Bank Indonesia memiliki peranan penting untuk menilai dapat tidaknya BCA dimintai pertanggungjawaban hukum terhadap kerugian yang dialami oleh korban.
Menurut Johan, seluruh Bank Umum di Indonesia terikat pada Prinsip Know Your Customer (KYC) dan Kewajiban Customer Due Diligence (CDD). Prinsip KYC sendiri pertama kali diperkenalkan di Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor : 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, yang kemudian diperbarui melalui PBI No. 14/27/PBI/2012 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum.
Selain prinsip KYC, di dalam PBI No. 14/27/PBI/2012, kata Johan juga disebutkan kewajiban bagi setiap Bank Umum agar melakukan Customer Due Diligence (CDD), yang merupakan kegiatan berupa identifikasi, verifikasi, dan pemantauan dalam rangka memastikan bahwa transaksi tersebut sesuai dengan profil nasabah.
“Sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 10 PBI No. 14/27/PB/2012 bahwa Bank wajib melakukan CDD dalam hal ditemukan Bank meragukan kebenaran informasi yang diberikan oleh nasabah, penerima kuasa dan atau Beneficial Owner, atau jika ditemukan adanya transaksi tidak wajar,” jelasnya.
Penerapan KYC dan CDD ini merupakan turunan dari Prinsip Kehati-hatian yang melekat pada usaha perbankan. “Tujuan penerapan KYC dan CDD adalah untuk mengantisipasi resiko kerugian yang dapat timbul atas transaksi yang dilakukan melalui usaha perbankan. Jadi hal ini adalah bagian dari Manajemen Risiko Perbankan juga, sebagaimana diatur di dalam Peraturan OJK No. 18/POJK.03/2016,” ujar Johan Avie.
Tambah Johan, penerapan KYC dan CDD pada Bank Umum tidak sesederhana hanya sekedar memeriksa KTP, PIN ATM, dan Buku Rekening saja. Apalagi jika transaksi yang dilakukan itu merupakan transaksi yang tidak wajar. Setidaknya, bank wajib melakukan interview pada orang yang mendaku dirinya sebagai nasabah. Interview ini wajib dilakukan untuk memastikan bahwa penghadap memang benar nasabah yang sesuai dengan dokumen-dokumen yang dibawanya.
“KYC dan CDD itu bukan cuma lihat foto di KTP, terus lihat wajah orang yang menghadap, oh ini sama. Tidak sesederhana itu. Apalagi hanya karena tahu PIN ATM, atau bawa buku rekening. Bank juga wajib melakukan interview terhadap penghadap, kan bisa ditanyakan tanggal berapa lahirnya, siapa nama bapak ibunya, terus nomor teleponnya berapa, dan lain sebagainya. CDD itu proses verifikasinya harus rigid,” bebernya.
Berdasarkan hal itu, Johan menilai OJK dan Bank Indonesia harus memeriksa penerapan KYC dan CDD yang ada di Bank Central Asia (BCA) pada saat peristiwa pembobolan terjadi.
“Untuk dapat melihat sejauh mana sebuah Bank bertanggungjawab atas kerugian nasabah di dalam peristiwa yang seperti ini, Ya perlu untuk dipastikan apakah Bank tersebut menerapkan KYC dan CDD atau tidak. Makanya peran OJK dan Bank Indonesia menjadi penting untuk melakukan audit investigasi terhadap penerapan KYC dan CDD pada hari H peristiwa,” pungkas Johan Avie.
Kronologi Pembobolan
Diketahui kasus ini viral kala tukang becak di Surabaya bernama Setu berhasil mengelabui teller BCA hingga menguras uang Rp 320 juta milik nasabah bernama Muin Zachry. Dalang di balik pembobolan ini ialah Mohammad Thoha.
Peristiwa pembobolan rekening itu terjadi pada Jumat 5 Agustus 2022. Thoha, diduga sudah menyusun skema kejahatan itu 2 hari sebelumnya, yakni sejak Rabu 3 Agustus 2022. Thoha sendiri merupakan orang yang menyewa kost di tempat korban, Muin.
Di dalam sidang di PN Surabaya, Thoha mengaku tahu ada uang sebanyak Rp 345 juta dari Muin sendiri saat mereka berbincang tentang bisnis. Ia mengaku Muin sempat mengajaknya berbisnis. Belakangan pernyataan Thoha itu dibantah oleh Muin.
Setelah mengetahui nominal uang Muin, Thoha dengan sengaja mengintip ponsel Muin saat bapak kos Thoha itu sedang membuka aplikasi m-banking. Dari situlah ia mengetahui nomor PIN rekening Muin.
Hari itu juga Thoha mencari tahu tentang proses penarikan uang dalam jumlah besar melalui internet. Berbekal informasi itu ia datang ke kantor cabang BCA di sekitar PGS Surabaya untuk mengambil slip penarikan uang. Setelah itu, secara tak sengaja ia melihat Setu.
Thoha mendapati bahwa Setu yang sedang melintas mengayuh becaknya memiliki perawakan yang sangat mirip dengan bapak kosnya, Muin. Seketika ia cegat becak Setu. Sambil berjalan-jalan Thoha menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan bantuan Setu.
Kepada Setu Thoha menyatakan bahwa ayahnya sedang sakit keras dan tidak bisa mengambil uang sendiri di bank. Padahal ia membutuhkan uang itu untuk pengobatan ayahnya. Tidak hanya itu, ia menjanjikan imbalan Rp 5 juta untuk mengambilkan uang milik bapaknya di bank.
Maka jadilah, setelah mereka bertukar telepon, Thoha telah memiliki pemeran utama dalam skema kejahatannya. Keesokan harinya, Kamis 4 Agustus 2022 Thoha mengajak Setu ke bank BCA Jalan Indrapura untuk mengambil slip penarikan uang.
Tiba lah di hari eksekusi. Jumat siang itu Thoha yang ngekos harian selama beberapa hari di rumah Muin di Jalan Semarang Surabaya sudah bersiap-siap. Begitu bapak kosnya berangkat ke masjid untuk menjalankan Salat Jumat, Thoha pun beraksi. Beruntung, kamar Muin sedang tidak dikunci.
Ia mengobok-obok kamar itu dan menemukan kartu ATM serta KTP dari dompet Muin. Setelah itu, ia membuka sejumlah laci hingga menemukan buku tabungan Muin di laci plastik yang juga tidak terkunci. Seluruh kebutuhan untuk menjalankan kejahatannya telah lengkap. Thoha segera menelepon Setu. Mereka janjian di PGS dan berangkat bersama ke kantor cabang utama di Jalan Indrapura, Surabaya yang kemudian keduanya menjalankan misi pembobolan tabungan milik Muin.