Kediri, ArahJatim.com – Di sebuah sudut sederhana di Banjaran Gang 1 No. 141, Kecamatan Kota Kediri, aroma manis santan dan ketan hangat menyambut siapa saja yang lewat. Dari dapur mungil di warung Kak Ros, berbagai jenis bubur tradisional khas Jawa mengepul hangat setiap pagi: jenang sumsum, kolak, mutiara, ketan item, grendul, dan benang semuanya disajikan dalam satu porsi campur, hanya seharga Rp6.000.
Kak Ros, perempuan tangguh yang mulai berjualan sejak tahun 2022, mengawali usahanya dengan niat sederhana: mengisi waktu luang setelah anak-anaknya tumbuh besar. “Suka aja bikin bubur kayak gini, Mas. Dari dulu sudah senang masak. Awalnya jualan cuma Rp4.000, terus naik jadi Rp5.000, sekarang Rp6.000 karena harga bahan juga naik,” kisahnya.
Meski harga naik perlahan mengikuti biaya bahan pokok, pelanggannya tetap setia. Dalam sehari, Kak Ros bisa menjual sekitar 160 hingga 170 porsi. Pembelinya bukan hanya warga sekitar, tapi juga para perantau asal Bandung yang rindu cita rasa kampung halaman.
“Campurannya dari tepung beras, santan, terus isian bubur semuanya lengkap. Yang penting rasanya khas, dan bikin nagih,” ujar Kak Ros usai melayani pembeli, Selasa ( 3/6/2025), sambil menata porsi-porsi bubur hangat di etalasenya yang sederhana.
Salah satu pelanggan setia, Bu Tri Wuriani, mengaku hampir setiap pagi membeli bubur Kak Ros untuk sarapan. “Saya suka kacang hijau dan bubur campurnya. Anak-anak juga doyan, apalagi orang tua seperti saya, cocok sekali. Ini bubur legendaris, harganya juga masih sangat terjangkau,” tuturnya sembari tersenyum.
Tak jarang, Bu Tri membeli empat porsi sekaligus untuk dirinya, keluarga, bahkan dibagikan kepada teman mengaji. “Kalau kolak biasa sih sudah banyak, tapi bubur kayak gini, lengkap dan enak, jarang. Rasanya itu lho, khas kampung.”
Warung Kak Ros bukan sekadar tempat jajan bubur. Ia adalah ruang nostalgia, tempat rasa dan kenangan bertemu dalam semangkuk bubur hangat. Bagi sebagian warga, ini bukan sekadar sarapan ini adalah cerita pagi yang selalu ditunggu. (das)