Jamasan Pusaka di Situs Persada Soekarno: Sakralnya Warisan Leluhur yang Bangkitkan Semangat Generasi Muda

oleh -
oleh

Kediri, ArahJatim.com — Udara malam di Situs Persada Soekarno, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri, pada Kamis (18/7) dipenuhi aroma dupa yang semerbak dan lantunan doa-doa khusyuk. Di tengah cahaya temaram, ratusan pusaka dari berbagai daerah—keris, tombak, hingga tombak sakti peninggalan Sang Proklamator Soekarno—mengikuti prosesi jamasan, sebuah tradisi sakral pembersihan pusaka yang sarat makna spiritual dan budaya.

Bukan sekadar ritual biasa, jamasan pusaka di bulan Suro ini menjadi momentum penting dalam pelestarian budaya Nusantara. Lebih dari 200 pusaka dari Kediri, Sidoarjo, Jombang, Malang, hingga Jakarta hadir menyatu dalam semangat kebangsaan. Salah satunya, Kyai Gadakan, keris dan tombak pusaka peninggalan Presiden Soekarno, menjadi sorotan utama malam itu.

Acara yang berlangsung hingga dini hari ini merupakan hasil kolaborasi apik antara komunitas Garudamuka, Pelestari Budaya Khadiri, serta berbagai komunitas lintas daerah yang tergabung dalam gerakan pelestarian budaya. Pendopo Situs Persada Soekarno pun menjadi saksi betapa leluhur masih hidup dalam denyut tradisi masa kini.

pasang iklan orange
pasang iklan blue

“Alhamdulillah, jamasan semalam berjalan lancar hingga dini hari. Selain Kyai Gadakan, ada lebih dari 200 pusaka dijamas bersama,” tutur Mas Jeje, pemimpin ritual, dengan wajah penuh bangga.

Namun yang paling menggembirakan, menurut Mas Jeje, bukan jumlah pusaka yang dijamas, melainkan semangat regenerasi budaya yang makin nyata.

“Yang hadir bukan hanya para sepuh. Sebagian besar adalah anak-anak muda. Ini sungguh menggembirakan,” ujarnya, matanya berbinar menyaksikan antusiasme generasi baru.

Salah satu wajah muda yang mencuri perhatian adalah Ido, pemuda asal Kota Kediri yang sejak 2020 menekuni dunia pusaka dan budaya lokal.

“Sejak mengenal budaya dan pusaka, hidup saya berubah. Saya jadi lebih tenang, lebih rajin ibadah, dan tidak lagi membuang waktu percuma,” ungkap Ido dengan semangat.

Sementara itu, Kushartono, Ketua Harian Situs Persada Soekarno Kediri, mengungkap bahwa jamasan pusaka ini bukanlah tradisi baru.

“Tradisi ini sudah turun-temurun sejak lama. Tapi dulu bersifat tertutup, hanya kalangan terbatas yang boleh menyaksikan. Baru lima tahun terakhir ini kami buka untuk umum,” jelasnya.

Langkah membuka tradisi jamasan untuk publik, kata Kushartono, bertujuan sebagai media edukasi budaya, terutama bagi generasi muda, agar mereka bisa mengenal, mencintai, dan melestarikan warisan leluhur.

“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih pada semua pihak yang ikut melestarikan budaya bangsa ini,” pungkasnya.

Tradisi jamasan pusaka ini tak hanya membersihkan benda bersejarah, tapi juga menyucikan kembali semangat kebudayaan dalam diri bangsa. Ia menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara leluhur dan penerusnya, antara pusaka dan jiwa muda yang siap menjaga warisan adiluhung ini. (das)


No More Posts Available.

No more pages to load.