Saksi Akui Ayahnya Sudah Meninggal di 1989, Penasihat Hukum Terdakwa Sebut Ada Perpanjangan HGB di 1995

oleh -
oleh

Surabaya, ArahJatim.com – Penasihat hukum terdakwa Zainal Adym, membantah pernyataan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Diah Ratri Hapsari saat persidangan lanjutan kasus dugaan pemalsuan surat. Menurutnya, pernyataan saksi melenceng jauh dari bukti yang ia miliki.

Pernyataan pertama yang menurutnya janggal ialah saat saksi Bambang Sumiiwantoro menyatakan jika ayahanda saksi meninggal pada 1989 silam. Namun meninggalnya ayahanda saksi yang bernama Subiantoro tak tercatat di pemerintahan setempat.

“Berdasarkan alat bukti surat yang ditunjukan dalam persidangan berupa surat dari kecamatan dan desa di Jember, ternyata nama Subiantoro tidak tercantum meninggal di desa tersebut pada waktu tersebut, melainkan yang meninggal pada waktu itu adalah Salam,” kata Rudolf Ferdinan Purba, Selasa (26/7).

arahjatim new community
arahjatim new community

Pengakuan saksi yang mengatakan jika tanah tersebut merupakan warisan dari ayahandanya juga menurut Rudolf aneh. Pasalnya tanah tersebut muncul Hak Guna Bangunan (HGB) sebanyak dua buah. Masing-masing dibawa oleh saksi Bambang, dan terdakwa Zainal Adym.

“Berdasarkan bukti surat yang diajukan di persidangan, ada kuitansi dan SK perpanjangan HGB pada tahun 1995 yang dikeluarkan oleh pemkot. Pengajuan tersebut harus dilakukan oleh Subiantoro sendiri. Tidak bisa orang lain,” jelas Rudolf.

Dari keterangan saksi yang mengatakan jika HGB sempat hilang, Rudolf juga menyayangkan nomer HGB yang berbeda dengan sebelumnya. Penerbitan ulang dengan nomer 50 menggantikan nomer 221.

“Kesaksian dia, dia tidak pernah melaporkan sertfikat hilang, dan Subiantoro tidak pernah melaporkan sertifikat hilang,” bebernya.

Selain itu penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama dijadikan patokan oleh saksi dalam memiliki HGB dari Subiantoro.

“Harusnya kalo memang ahli waris berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri dong. Nama Subiantoro ini beda-beda. Ada Subiantoro dan ada Subiyantoro. Dan tak ada penetapan bahwa ini orang yang sama,” ujarnya.

Sebelumnya, Bambang Sumiiwantoro memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (25/7) kemarin. Ia mengatakan jika surat perjanjian dan tanda tangan ayahandanya dipalsukan untuk berhutang ke koperasi pesantren.

“Bapak saya tidak pernah berhutang, bapak saya meninggal tahun 1989, sedangkan surat perjanjiannya tahun 1996,” akunya.

Ia pun mengaku menerima Sertifikat Hak Milik (SHM) dari ayahnya di daerah Prapanca 29 Surabaya. “Dan saya cek di BPN itu benar,” pungkasnya.

Dalam surat dakwaan dijelaskan, bahwa pada 17 Juli 1996 bertempat di Kantor Koperasi Assyadziliyah Surabaya di Jalan Soponyono No 21 Prapen Surabaya. Terdakwa membuat Surat perjanjian hutang atau pemakaian dana koperasi pesantren sebesar Rp 684.000.000. Pinjaman tersebut berlaku dalam tempo satu tahun sampai 17 Juli 1997 dengan jaminan Sertifikat Hak Guna Bangunan No 221 dengan obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Prapanca Surabaya, yang ditandatangani oleh terdakwa sebagai yang melakukan perjanjian.

Dalam dakwaan, surat perjanjian itu juga ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai pembuat perjanjian, dan juga disetujui oleh K.H Achmad Djaelani sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Assyadziliyah.

No More Posts Available.

No more pages to load.