Tulungagung, Arahjatim.com – Harapan masyarakat, agar hari haribiatimewa di Tulungagung menjadi ikon wisata budaya , masih harus bersabar. Agenda jamasan pusaka kyai Upas, yang menjadi agenda budaya di Tulungagung, belum ada nampak menjadi ikon yang bisa dijual.
Seperti kegiatan bulan syuro ( bulan Jawa ), hari Jumat, 19/7/2024, pemerintah kabupaten Tulungagung, punya agenda jamasan pusaka kebesaran kabupaten Tulungagung. Agenda yang digelar rutin tiap tahun ini, masih bersifat kelokalan kelurahan. Hal ini terbukti, pengunjung acara jamasan masih sebatas warga kelurahan Kepatihan dan sekitarnya, serta tamu OPD pemerintah daerah dan penjabat bupati.
Terkait hal itu, dibenarkan salah seorang praktisi dan akademisi budaya Tulungagung, sekaligus petugas cagar budaya, Drs Hariyadi Pamungkas. Laki laki yang pernah menjadi ASN Dilingkup Balai budaya Trowulan, menyatakan, seharusnya ketika jamasan pusaka itu sudah menjadi aset kabupaten, seharusnya bisa dijadikan icon yang lebih besar.
” Kita saat ini sudah dihadapkan pada pengenalan bentuk budaya secara kongkrit, baik sebagai ikon budaya, maupun ijin akademis.Kalau pemerintah tidak segera merubah pola kelola, sesuai era, maka masyarakat semakin dijauhkan dari akar budaya daerahnya. Ini bisa dikemas menjadi ikon, seperti jamasan gong pradah di Blitar “, ungkap Hariyadi kepada media online Arahjatim.com.jumat 19/7/2024.
Sesuai dengan pemikiran Drs Hariyadi, pelaku budaya Tulungagung Ir Sukriaton, juga menanggapi yang sama. Pihaknya juga menyayangkan agenda jamasan kali ini. Padahal menurutnya, ketika semua sudah diakuisisi Pemda, agenda seperti ini harus berkembang. Syukur bisa menjadi ikon budaya , seperti kota kota lainya.
” Saya juga heran, seharusnya pemerintah daerah lebih cerdas melakukan terobosan. Terkait hal itu, masukan saya, pemerintah daerah harus mampu mengoptimalkan sinergitasdan koordinasi antar, yang intinya saling mendukung, terkait agenda agenda seperti ini. Kalau saat ini masih bersifat egosentris, bukan koordinatif. Kedepanya, kami nanti akan mengusulkan kepada penentu kebijakan. Agar kegiatan rutin jamasan pusaka kyai Upas, bh Isa dikelola, karena ini adalah wujud ” mangayu bagyo “, dan menghormati peran pusaka kabupaten Tulungagung, sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Disisi lain agenda yang mendapat kritikan masyarakat, mengenahi jamasan pusaka yang tidak pernah ada peningkatan sebagai bagian dari harapan masyarakat, PJ Bupati Tulungagung, Heru Suseno, menyatakan masih akan mempelajari, bagaimana seharusnya dikemas menjadi ikon budaya.
” Ya , kami memang masih menghormati beberapa hal yang kini masih diyakini keluarga Kepatihan, termasuk apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama jamasan. Tapi yakinlah nanti kegiatan seperti ini akan menjadi agenda kebanggaan masyarakat Tulungagung “, ungkap PJ Bupati , yang baru pertama kali mengikuti tradisi jamasan. ( don1 )










