Sekilas Taliban: Antara Bias dan Substansi (Telaah Kecil Geopolitik)

oleh -
oleh
Malika Dwi Ana

Pembahasan soal Afghanistan dan Taliban di publik —usai ditariknya koalisi militer pimpinan Amerika (AS)— terlihat ramai namun sepertinya cenderung bias. Melenceng dari substansi persoalan. Mengapa? Karena diskusi publik via beberapa pengamat terjebak hanya pada bahasan residu, atau framing, bahkan mengarah pada agitasi atau propaganda, misalnya seperti — bahwa Taliban itu terkait radikalisme, islamofobia, isu terorisme dan lain-lain. Framing-framing tersebut bukanlah pencerahan, justru bisa dianggap pembodohan massal. Kenapa demikian, karena selain dicekoki masalah hilir belaka —bukan persoalan hulu— publik juga digiring pada agenda lama “Benturan Peradaban” (Clash of Civilization)-nya Samuel Huntington, bahwa usai Perang Dingin: “Musuh Barat adalah Islam (radikal)!”

Nah, catatan kecil ini mencoba meluruskan walau sedikit (terlambat) sebab framing media terlanjur menyebar. Agar publik mendapatkan balance berita sehingga mampu memahami substansi persoalan. Ada isu penyeimbang, agar lingkungan tidak terjerumus syak wasangka serta prasangka yang dilembagakan oleh beberapa entitas (kepentingan) tertentu. Mengapa? Sebab hingga tulisan ini terbit, pihak Kemenlu RI belum mengeluarkan secuil statement terkait Taliban. Masih mencermati perkembangan situasi.

Ya… Afghanistan, AS plus militer koalisi dan Taliban ialah dinamika (persoalan) geopolitik global, bukan masalah radikalisme, bukan juga soal terorisme, tidak juga islamofobia, sebagaimana isu-isu yang sengaja dihembuskan.

arahjatim new community
arahjatim new community

Maka, membaca kemenangan Taliban atas militer AS dan kawan-kawannya mutlak harus dari sisi geopolitik, bukan dari perspektif atau sisi pandang lain. Boleh saja membaca isu Taliban dari sisi lain selain geopolitik, tetapi akurasinya pasti jauh panggang dari api.

Pertanyaan selidik yang muncul, “Apa tujuan AS dan koalisi militer (Barat) menginvasi Afghanistan tahun 2000 dulu?”

Jawaban jujurnya adalah geoekonomi Afghanistan yang menggiurkan. Itu pakem geopolitik. Tidak ada peperangan terjadi melainkan karena faktor geoekonomi. 

BACA JUGA:

Geoekonomi itu sendiri selain luas cakupannya, juga ‘bergerak’ dinamis. Abad ke-19 misalnya, geoekonomi identik dengan rempah-rempah; tetapi pada abad ke-20, tafsir geoekonomi bergeser menjadi emas, minyak dan gas bumi (migas). Entah abad 21 ke atas. Mungkin bisa rare earth, misalnya, ataupun vaksin, atau jangan-jangan geoekonomi kelak identik dengan DNA? Semuanya bisa saja terjadi.

Secara umum geoekonomi ialah water, food and energy security. “Jaminan pasokan atas air (bersih), pangan dan energi di sebuah negara”. Itu induk Kepentingan Nasional dengan aneka tafsir di setiap negara. 

Jadi, geoekonomi bisa berbentuk pangan dan rempah-rempah; atau emas dan migas; ataupun bahan tambang lain; dan ia bisa juga berupa jalur tertentu yang bernilai strategis, misalnya, terkait pipanisasi migas antarnegara, atau jalur ekonomi, alur pelayaran semacam SLOC, selat strategis — tergantung konsepsi Kepentingan Nasional masing-masing negara selaku subyek pengguna. 

Sekali lagi, geoekonomi itu bergerak dinamis sesuai tuntutan zaman.

No More Posts Available.

No more pages to load.