Surabaya, ArahJatim.com – Setelah dua pekan yang lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Bangkalan sebagai tersangka kasus korupsi jual beli jabatan, kini orang nomer satu di Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa tengah diintai KPK.
Sejumlah ruang di kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur, termasuk ruang kerja gubernur dan wakil gubernur digeledah KPK pada Rabu (21/12).
Penggeledahan itu menyoal perkara dugaan suap yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua P Simanjuntak yang beberapa hari sebelumnya juga ikut terseret dalam arus korupsi di Jatim.
“Masih terkait perkara OTT [operasi tangkap tangan] kemarin,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (21/12) kemarin.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono membantah ruang kerjanya, ruangan Gubernur Khofifah dan Wagub Emil Dardak telah digeledah KPK. Menurutnya, penyidik hanya sekadar melihat-lihat.
Hal itu dikatakan Adhy usai KPK menggeledah tiga ruang kerja itu, serta tiga ruang biro Setda Pemprov Jatim, sejak pukul 10.00 WIB hingga 19.00 WIB, Rabu (21/12).
“Enggak digeledah, cuma dilihat saja,” kata Adhy.
Adhy juga menyebut dari tiga ruang kerja itu, tak ada satupun yang disegel oleh penyidik antirasuah.
“Enggak ada [ruangan yang disegel]. Cuma lihat-lihat saja,” ucapnya.
Wakil Ketua DPRD Jatim Digelandang
Sahat sebelumnya digelandang oleh KPK lantaran kasus dugaan suap terkait pengelolaan dana hibah Provinsi Jatim usai dilakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (14/12) malam kemarin.
Saat itu, tim KPK mengamankan barang bukti berupa uang dalam pecahan rupiah, dolar Singapura dan dolar Amerika dengan nilai seluruhnya Rp1 miliar.
Sahat ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK bersama tiga orang lainnya. Mereka adalah Rusdi yang merupakan staf ahli Sahat, Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyaraka atau Pokmas, Abdul Hamid dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi alias Eeng.
Sahat diduga menerima suap Rp 5 miliar terkait pengelolaan dana hibah Jatim. Adapun uang itu berasal dari pengurusan alokasi dana hibah untuk Pokmas (Kelompok Masyarakat).
Seluruh tersangka langsung ditahan selama 20 hari terhitung mulai 15 Desember 2022 hingga 3 Januari 2023. Sahat ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Rusdi dan Abdul Hamid ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. Sedangkan Eeng ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.
Atas perbuatannya, Sahat dan Rusdi selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Bupati Bangkalan Turut Serta
Sementara tersangka lain, Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron (RALAI) diduga menerima uang suap sebesar Rp 5,3 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, uang tersebut diduga bersumber dari lelang Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dan pengaturan proyek di seluruh dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan, Jawa Timur. Suap diterima melalui orang kepercayaannya.
“Jumlah uang yang diduga telah diterima Tersangka RALAI melalui orang kepercayaannya sejumlah sekitar Rp 5,3 miliar,” kata Filri saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kamis (8/12/2022) yang lalu.
Dugaan lelang jabatan dimulai setelah Latif atau terpilih menjadi Bupati Bangkalan periode 2018-2023. Ia memiliki kuasa untuk menentukan langsung aparatur sipil negara (ASN) yang mengikuti seleksi jabatan.
Pemkab Bangkalan membuka seleksi pada sejumlah JPT pada 2019-2022. Termasuk dalam hal ini adalah promosi jabatan untuk eselon 3 dan 4. Latif kemudian meminta commitment fee berupa uang kepada setiap ASN yang ingin lolos seleksi itu.
Menurut Firli, sejumlah ASN kemudian menyatakan sepakat membayar uang agar diloloskan dalam lelang tersebut. Mereka antara lain, Agus Eka Leandy, Wildan Yulianto, Achmad Mustaqim, Hosin Jamili, dan Salman Hidayat.
Jumlah commitment fee yang dimintakan berbeda-beda, menyesuaikan dengan posisi JPT yang diinginkan mereka. Suap tersebut diberikan melalui orang kepercayaan Latif.
“Untuk dugaan besaran nilai commitment fee tersebut dipatok mulai dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 150 juta,” ujar Firli.
Selain suap lelang jabatan, Latif diduga mengutip sejumlah uang dari sejumlah proyek di semua dinas di wilayahnya.
Besaran fee yang dikutip diduga sebesar 10 persen dari setiap nilai proyek. Jumlah keseluruhan uang yang diterima Latif diperkirakan Rp 5,3 miliar.
“Sedangkan penggunaan uang-uang yang diterima Tersangka RALAI tersebut diperuntukkan bagi keperluan pribadi, diantaranya untuk survei elektabilitas,” tutur Firli.
Selain lelang jabatan dan fee sejumlah proyek, Latif juga diduga menerima gratifikasi. Terkait hal ini, KPK masih akan mendalami lebih lanjut.