Blitar, ArahJatim.com – Guna mengantisipasi terjadinya tindak pidana perdagangan orang di luar negeri, Kantor Imigrasi Kelas II Blitar mengadakan sosialisasi pencegahan human trafficking (perdagangan manusia). Sosialisasi disampaikan kepada para para pemohon paspor yang sedang mengantre di ruang tunggu.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar Mohamad Arkam mengatakan, para petugas bawahannya tak akan memberi kelonggaran sedikitpun dalam pengurusan paspor. Setiap pemohon dipastikan mengikuti sesi wawancara dan penelitian berkas administrasi dengan ketat.
“Kami memperketat pembuatan paspor saat proses wawancara. Proses wawancaranya kami perdalam, kalau orangnya terlihat ragu, pengajuan paspor akan kami tangguhkan,” terang Mohamad Akram.
Berdasarkan data Kanim Kelas II Blitar disebutkan bahwa selama periode Januari-Maret 2018 ini ada 23 pemohon paspor yang ditangguhkan. Petugas mencurigai permohonan paspor itu disalahgunakan di luar negeri. Rata-rata para pemohon paspor itu mengurus permohonannya secara mandiri.
Para pengurus paspor yang ditangguhkan itu beralasan membuat paspor untuk kunjungan ke luar negeri.
“Pengurusan paspor untuk kerja di luar negeri secara resmi melalui PJTKI. Biasanya, PJTKI sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja. Dengan begitu, penyaluran tenaga kerja ke luar negeri dapat terpantau. Dan jangan sampai kasus Adelina Lisao kembali terjadi,” tambahnya.
Adelina Lisao merupakan tenaga kerja wanita (TKW) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tewas diduga akibat dianiaya oleh majikannya di Malaysia. Paspor milik Adelina yang digunakan untuk bekerja di Malaysia diterbitkan oleh Kanim Kelas II Blitar. Dia mengurus paspor di Kanim Kelas II Blitar lewat agen pada 2013.
Dalam sosialisasi itu, Kanim Kelas II Blitar juga menghadirkan Kapolres Blitar Kota, AKBP Adewira Negara Siregar, sebagai pemateri. Adewira memaparkan bahaya perdagangan orang di luar negeri. Menurutnya, banyak modus warga negara Indonesia pergi bekerja ke luar negeri secara ilegal.
Misalnya, mereka pergi ke luar negeri dengan pura-pura umrah. Mereka mengurus kelengkapan dokumentasi untuk umrah. Tetapi, kenyataanya, sesampai di lokasi, mereka bekerja dan menetap di sana. Akhirnya, mereka terlunta-lunta di negara orang.
“Ini merupakan langkah kerjasama yang baik antara Polri dan Imigrasi. Terlebih memberikan edukasi dan pelajaran yang baik untuk pemohon paspor, agar tidak menjadi korban perdagangan manusia,” papar Adewira.
Selain itu edukasi ini juga mempunyai tujuan agar lebih mampu melindungi tenaga kerja Indonesia dari potensi kejahatan maupun penganiayaan yang masih sering terjadi.
“Kegiatan ini merupakan wujud komitmen Polri dan Imigrasi untuk memberantas human trafficking. Dengan pencegahan ini tidak (hanya) ada penindakan saja namun juga memberikan edukasi, Polri, Kementrans, dan Imigrasi,” tegasnya. (mua)