Kediri, ArahJatim.com – Setelah melalui proses diskusi panjang yang digelar GP Ansor di Balai Desa Satak, Rabu (31/01/18), akhirnya lahir lima poin rekomendasi. Forum diskusi yang dihadiri oleh warga, Kepala Desa dan perangkat Desa Satak, serta Asper Perkebunan itu merekomendasikan pertama, penambang harus menjaga lingkungan. Kedua, penambang harus melibatkan tenaga manual di sekitar Desa Satak. Ketiga, penambang harus memberikan dana sosial perusahaan kepada masyarakat terdampak. Keempat adalah mengasuransikan tenaga kerja atau karyawan yang ikut menambang. Dan terakhir alat pengangkut material tambang harus melalui jalur alternatif, bukan melalui jalur desa.
Lima poin rekomendasi ini lahir dari beberapa pertanyaan dan usulan masyarakat. Seperti pertanyaan dari Nuryanto. Dia meminta kompensasi bagi warga terdampak penambangan dan penyerapan tenaga kerja. Sementara Sukadi, warga lainnya, mengeluhkan kerusakan jalan.
Ketua GP Ansor Kabupaten Kediri, Munasir Huda mengatakan, selama ini kelemahan masyarakat terjadi ketika meminta pertanggungjawaban atas kerusakan yang disebabkan oleh pelaku tambang ilegal. Karena apabila terjadi kerusakan alam, tidak ada yang bisa dituntut.
“Berbeda ketika penambangnya sudah memiliki izin. Maka mencarinya enak. Satu contoh, ada truk pengangkut material yang menabrak pagar, tentu kita gampang mencari siapa pelakunya, karena semua nama-nama itu sudah ada di dalam dokumen,” imbuhnya.
Hak yang dimiliki masyarakat terdampak terhadap aktivitas pertambangan ini juga ditegaskan oleh Syaifudin, Konsultan Lingkungan dari Peralhi Kediri dalam pemaparannya. Dimana, setiap penambang harus mematuhi SOP UKL/UPL (Upaya Pengeloaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009.
“Hak dan kewajiban pemrakarsa atau penambang dan masyarakat itu muncul dalam SOP UKL/UPL. Ketika itu dilanggar yang jelas ada konsekuensinya. Di SOP dokumen UKL/UPL, pemrakarsa wajib menampung penambang tradisional atau kuli panggul, semua diakomodir dijadikan satu. Pemrakarsa wajib mengasuransikan jaminan tenaga kerja dan terkait kerusakan jalan dapat ditiadakan, karena armada pengangkutan sudah sesuai dengan kapasitas jalan yang ada,” tegasnya.
Masih kata Syaifudin, masyarakat terdampak juga bisa menikmati hasil dari kegiatan eksplorasi tersebut melalui program pemberian CSR.
“CSR adalah hak masyarakat. Nanti bentuknya monggo, sesuai kesepakatan warga. Ada yang mengharap program atau nilai uang tunai dan lainnya,” imbuhnya.
Soal jam operasional tidak diketahui apakah sudah disepakati atau belum. Ada yang mengatakan jam kerja aktivitas pertambangan secara resmi juga diatur dalam dokumen izin. Terutama adalah waktu pengangkutan material tambang.
Sesuai dokumen SOP UKL/UPL yang sudah dibahas dengan satuan kerja di pemerintah daerah, jam pengangkutan material hanya diperbolehkan, sejak pukul 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
“Karena jam 07.00 WIB itu jam anak sekolah dan orang berangkat kerja, maka harus dihormati. Lalu jam 17.00 WIB itu jamnya orang istirahat. Karena aktivitas pengangkutan menggunakan jalan pemerintah, maka aturan itu wajib hukumnya ditaati. Sehingga tidak ada lagi komplain dari masyarakat, bahwa truk pengangkut material membahayakan anak sekolah,” jelas Syaifudin.
GP Ansor akan menyodorkan rekomendasi dari pertemuan ngopi bareng ini kepada calon pengusaha tambang. Baik yang sudah memiliki izin maupun dalam proses pengajuan. Apabila tidak dikawal dari awal, GP Ansor khawatir hak-hak masyarakat terlewatkan. (das)
Baca juga: