Kediri, ArahJatim.com – Pengadilan Negeri Kediri melaksanakan eksekusi pengosongan lahan seluas 280 meter persegi di Kelurahan Mojoroto, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Kamis (8/5). Lahan tersebut merupakan bagian dari proyek strategis nasional pembangunan jalan tol Kediri–Tulungagung.
Eksekusi dilakukan berdasarkan penetapan pengadilan tertanggal 21 April 2019, menyusul telah dititipkannya uang ganti kerugian sebesar Rp1.135.533.000 sejak 26 Agustus 2004 untuk lahan dan bangunan di atasnya.
Panitera Pengadilan Negeri Kediri, Berly, menjelaskan bahwa seluruh proses telah sesuai prosedur. “Objek eksekusi ini sudah ditetapkan berdasarkan data fisik dan yuridis. Dana ganti rugi juga telah dititipkan negara sejak lama,” ujarnya.
Namun pelaksanaan eksekusi tidak berjalan tanpa hambatan. Meski pihak pengadilan telah dua kali memberikan teguran pada 27 dan 28 Februari 2025, para termohon belum juga mengosongkan lahan secara sukarela hingga batas waktu yang ditentukan.
“Lahan ini dikuasai oleh tiga bersaudara, salah satunya Hamid. Salah satu bangunan memang sudah dikosongkan, tapi bagian depan yang ditempati Hamid masih dihuni,” jelas Berly.
Proses eksekusi sempat diwarnai perdebatan antara aparat pengadilan dan kuasa hukum termohon. Kuasa hukum menyampaikan keberatan karena saat ini sedang berlangsung perkara perlawanan eksekusi di Pengadilan Negeri Kediri.
Berly menegaskan, perkara yang sedang berjalan adalah gugatan baru dan tidak berkaitan langsung dengan ganti kerugian yang sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap (BHT).
“Pelaksanaan eksekusi ini tetap sah dan sesuai hukum karena menyangkut proyek pembangunan untuk kepentingan umum,” tegasnya.
Dengan tetap dilaksanakannya eksekusi, proses pembebasan lahan untuk jalan tol Kediri–Tulungagung dipastikan terus berjalan. Proyek ini diharapkan dapat mendongkrak konektivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah Kediri Raya.
Sementara Penolakan disampaikan langsung oleh Maslik Hanin, penasihat hukum (PH) termohon yang menilai bahwa eksekusi tersebut melanggar prosedur hukum acara.
Dalam keterangan kepada media, kuasa hukum termohon menyampaikan setidaknya dua poin utama keberatan terhadap eksekusi yang dilakukan hari ini.
“Pertama, objek eksekusi belum dibebaskan secara keseluruhan. Dari total luas tanah 280 meter persegi, masih ada 24 meter persegi yang belum dibayarkan ganti ruginya. Artinya, belum seluruhnya dilepaskan. Ini jelas bertentangan dengan aturan pelaksanaan eksekusi dalam hukum acara,” ungkapnya.
Kedua, pihak termohon telah mengajukan perlawanan eksekusi (verzet) yang saat ini masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Kediri. Menurutnya, selama proses hukum tersebut berjalan, eksekusi tidak seharusnya dilakukan.
“Kalau proses perlawanan masih berlangsung, maka eksekusi seharusnya ditunda. Tapi kenyataannya tetap dilaksanakan. Kami menilai ini bentuk tindakan yang sewenang-wenang,” tambahnya.
Lebih lanjut, kuasa hukum juga menyoroti potensi pelanggaran hak atas bangunan seluas 34 meter persegi yang akan dikosongkan.
Ia mengkhawatirkan dampaknya terhadap pemilik sah yang belum mendapatkan kejelasan hak atas bagian tanah tersebut.
“Kami akan ambil langkah hukum lanjutan jika eksekusi tetap dilakukan tanpa memperhatikan keberatan dan proses hukum yang sedang berjalan. Kami akan lawan dari sisi hukum. Kalau ada tindakan di luar hukum, kami akan tempuh jalur yang sesuai,” tegasnya.
Pihaknya juga menyayangkan kurangnya komunikasi dan transparansi dari pihak pemohon maupun pengadilan terkait kejelasan status lahan yang masih disengketakan sebagian. “Ini tidak hanya soal hukum, tapi soal keadilan dan prosedur. Kami minta semuanya dilakukan secara transparan dan adil,” pungkasnya. (das)