
Blitar, ArahJatim.com – Dua Warga Negara Asing (WNA) asal Pantai Gading, ditangkap pihak Kantor Imigrasi Kelas II Blitar. Mereka adalah Coulibaly Foungigue Brahima (Ibrahim), 27 tahun dan Kone Adama Junior (Adam), 23 tahun. Keduanya diamankan karena melebihi masa izin tinggal (overstay).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, Muhammad Akram mengatakan, dua WNA tersebut diamankan berdasarkan informasi dari masyarakat setempat terkait adanya WNA yang mengikuti kompetisi sepak bola di lapangan Dandong Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar. Kemudian pihaknya segera menindaklanjutinya dengan melakukan Operasi Gabungan dari TIMPORA Srengat.
“Setelah melakukan Operasi Gabungan, akhirnya pada 12 Oktober 2018 kita melakukan pendeteksian terhadap kedua WNA tersebut. Selanjutnya mereka kita bawa ke Kantor Imigrasi untuk dimintai keterangan,” terang Akram, Jumat (26/10).
Baca Juga :Â
- ASN Diknas Kabupaten Malang Tertangkap Nyabu.
- GP Ansor Ajak Masyarakat Jaga Kondusivitas Bangsa.
- Tolak Kriminalisasi, Massa Desak Polisi Usut Pembuat Surat Palsu KPK.
Lebih lanjut Akram menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan Ibrahim datang ke Indonesia melalui Bandara Soekarno Hatta di Jakarta pada 04 Maret 2018 menggunakan Bebas Visa Kunjungan Wisata (30 hari) dan sampai saat ini telah melebihi masa izin tinggalnya selama 204 hari. Sementara Adam, datangnya pada 10 Maret 2018 dan melebihi masa izin tinggal 199 hari.
“Jadi berdasarkan pemeriksaan, mereka mengumpulkan dana untuk kembali ke negaranya. Kebetulan ada beberapa kenalan di Indonesia mengajak untuk bermain sepak bola antar kampung, dan sampai akhirnya diamankan oleh petugas,” ujarnya.
Keduanya dikenakan pasal 78 ayat 3 UU nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian, yakni orang asing pemegang izin tinggal yang habis masa berlakunya dan masih berada di wilayah Indonesia lebih dari 60 hari dari batas waktu izin tinggal dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan Penangkalan.
Sementara itu, Adam mengaku, awalnya ia pergi ke Indonesia untuk menjadi pemain sepakbola profesional.
“Saya terpaksa bermain di sepakbola tarkam, untuk kehidupan sehari-hari dan juga untuk biaya pulang ke negaranya. ” ujarnya.
Namun karena tidak kunjung mendapatkan klub, sehingga ia kehabisan biaya. Ia berkomunikasi dengan kenalannya di Indonesia menggunakan bahasa Inggris. (mua)